Assalamualaikum wr.wb. Smg keberkahan selalul kami sampaikan untuk para asatidz SCS.
Apakah hukum shalat jumat apabila
hari raya idul fitri jatuh pada hari jumat? apakah hukumnya apabila shalat jumat pada hari raya Ied dengan jumlah jama'ah 10 orang, apakah sah shalat jumat kita?
Mohon pencerahanya.
Assalamu alaikum wr.wb.
Jumhur ulama menegaskan bahwa shalat hied (hari raya)
tidak bisa menggantikan shalat jumat. Ini adalah pendapat Imam Abu
Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafii, serta kalangan Zhahiri. Hanya saja
Imam Syafii memberikan kelonggaran kepada mereka yang telah melakukan
shalat ied yang tinggal di pelosok (tempat yang jauh) untuk tidak
menghadiri shalat jumat.
Adapun Imam Ahmad berpandangan bahwa kewajiban shalat
jumat menjadi gugur atas mereka yang telah melaksanakan shalat ied
kecuali bagi Imam ketika ada jamaah ingin melaksanakannya agar masjid
tidak kosong dari shalat jumat.
Pandangan jumhur di atas yang mengatakan bahwa shalat
ied tidak bisa digantikan oleh shalat ied didasarkan pada dalil Alquran
pada surat al-Jumuah yang secara umum mewajibkan pelaksanaan jumat
tanpa dan lsejumlah dalil lain yang melarang untuk meninggalkannya tanpa
udzur. Bahkan pada masa Rasulullah saw pernah ied jatuh pada hari
jumat, dan Rasulullah saw melaksanakan keduanya bersama sahabat tanpa
menyebutkan rukhsah (kelonggaran) untuk meninggalkannya. Ini seperti
yang disebutkan dalam hadits sahih dari Nu'man ibn Basyir bahwa
Rasulullah saw pada shalat ied dan jumat membaca surat al-A'la dan
al-Ghasyiyah dan ketika hari ied jatuh pada hari jumat beliau juga
membaca keduanya pada kedua shalat tersebut (HR Muslim).
Mereka berpandangan bahwa shalat jumat jumat hukumnya
wajib sehingga tidak boleh ditinggalkan kecuali dengan dalil yang
shahih. sementara sejumlah riwayat yang membolehkan untuk
meninggalkannya ketika berkumpul dengan hari raya tidak bisa dijadikan
dalil. Hal itu karena riwayatnya lemah atau isinya tidak secara
eksplisit menegaskan bahwa shalat jumat boleh ditinggalkan ketika jatuh
pada hari ied.
Demikian pandangan sejumlah ulama.
Sementara terkait dengan shalat jumat, syarat sahnya shalat jum’at adalah dilakukan dengan berjama’ah. Semua ulama’
sepakat mengenai hal itu. karena seruan shalat jumat yang ada dalam
ayat tersebut menggunakan kata jama'. Namun yang menjadi perbedaan
pandangan adalah berapa jumlah jama’ah untuk sahnya shalat jumat?.
Abu Hanifah berpendapat bahwa shalat jum’at sah dilakukan minimal tiga orang selain dari imam (empat orang termasuk imam). Alasannya adalah karena arti jama’ yang benar adalah tiga keatas / minimal tiga. Hal ini karena firman Allah yang berbunyi ”fas’au ilaa dzikrillah” menggunakan khitab / panggilan untuk jama’ah, dan jum’at sendiri adalah bagian dari pecahan kata jama’ah / banyak. dengan demikian, karena jama’ artinya adalah minimal tiga, maka jumlah jama’ah jum’at minimal terdiri dari tiga orang.
Adapun
Imam Malik, berpendapat bahwa shalat jumat harus dihadiri paling tidak
dua belas orang, pada waktu khutbah dan shalatnya. Hal ini didasari oleh
satu riwayat dari Jabir, bahwa Rasulullah Saw suatu ketika sedang
menyampaikan khutbah jum’at,
tiba-tiba datang kafilah dagang (unta denga segala dagangan yang diatas
punggungnya) dari negeri Syam, maka orang-orang (jama’ah shalat jum’at)
pergi mendatangi rombongan kafilah dagang itu, dan hanya tersisa dua
belas orang saja, maka turunlah firman Allah Surat al-Jumuah ini. Dan
imam malik mensyaratkan, bahwa jumlah dua belas orang itu adalah
penduduk setempat, bukan musafir yang singgah. Dan disyaratkan pula
keberadaan dua belas orang ini harus sejak awal khutbah sampai salam /
selesai shalat.
Sedangkan Imam Syafi’i
dan Ahmad bin Hanbal berpandangan bahwa shalat jumat harus dihadiri
minimal empat puluh orang termasuk imam, dari penduduk setempat. Jika
kurang dari empat puluh, maka tidak sah dilakukan shalat jumat. Pendapat
ini didasari dengan adanya satu riwayat yang menyebutkan bahwa shalat
jumat pertama kali yang dilakukan di Madinah, dihadiri oleh empat puluh
orang. Demikian juga yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari hadits Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah Saw menjama’ shalat di Madinah, dan jumlah kaum muslimin sebanyak empat puluh orang.
Itulah pendapat-pendapat ulama’ yang menjelaskan tentang masalah jumlah jama’ah shalat jum’at. Mereka telah melakukan yang terbaik sebagai seorang ulama’ yang bertugas untuk melakukan ijtihad, usaha sungguh-sungguh menggali hukum, dan menjelaskan nya kepada umat. Dan setiap mereka insya-Allah telah mendapatkan pahalanya disisi Allah Swt.
Dari pandangan-pandangan di atas, bisa dikatakan, bahwa semua sepakata bahwa shalat jum’at memang menuntut adanya jama’ah, artinya tidak sah shalat jumat dilakukan dengan sendirian, namun makna jama’ah itu sendiri yang paling tepat adalah kembali kepada ’urf / kebiasaan. kebiasaan dimana komunitas kaum muslimin disuatu tempat melakukan shalat jum’at, atau disuatu daerah dimana seseorang berkumpul untuk melakukan shalat jumat dan layak untuk disebut sebagai sebuah jama’ah shalat jumat. Jika hal itu terlaksana, terlepas dari berapa jumlah mereka, maka shalat jum'at itu telah terlaksana dengan sah
Wallahu a'lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.
sumber : http://www.syariahonline.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar,baik buruk akan kami terima demi sempurnanya blog ini,tapi tetep jaga kesopanan