'''''''''SUDAHKAH ..ANDA ..SHOLAT ..HARI.. INI'''''''''

Senin, 02 Juli 2012

RAPORT MERAH PARA SARJANA PENDAMPING SAPI DI BOMBERAY

|

Fakfakinfo.com_ Program Sarjana Membangun Desa (SMD), sebenarnya merupakan program yang sangat baik. Masyarakat di Bomberay sangat berterima kasih dengan adanya program SMD yang didalamnya adalah pengadaan 420 ekor sapi lengkap dengan kandang berpagar seluas 1 hektar yang dilengkapi tempat pakan, bak air, obat-obatan atau vaksinasi serta HMT (Hijauan Makanan Ternak) atau pakan yang dalam hal ini biasanya adalah rumput gajah.

Sayangnya, program ini masih terkendala beberapa masalah dalam pelaksanaannya. Selain masalah kekurangan pakan sebagaimana diberitakan sebelumnya, masalah transparansi keuangan kelompok dan “raport merah” para sarjana pendamping yang oleh masyarakat dikenal dengan sebutan SMD, juga memprihatinkan.
Sakiwan, Sekretaris kelompok tani ternak “Myristica” di Kampung Pinang Agung  yang  berlokasi di SP 6, menyampaikan bahwa SMD yang bernama Paskalina Afunsina Wally, SP., sudah lama tidak nongol di Bomberay.
“Ibu Paskalina sudah lama tidak datang. Sudah lebih dari satu bulan ini. Dulu kalau datang, paling lama empat hari, setelah itu kembali ke Fakfak dan lama tidak datang lagi.” Jelas Sakiwan.
Kelompok tani ternak yang diketuai oleh Sarmin ini, memiliki 20 orang anggota tanpa ada pejabat bendahara. Menurut salah seorang anggota kelompok tani ternak ini, menirukan apa yang dikatakan oleh SMD, bahwa keberadaan bendahara tidak perlu, karena untuk mencairkan dana cukup Ketua dan SMD.
Tiga anggota kelompok yang kebetulan sedang berada di rumah ketua kelompok ini, mengakui bahwa sudah lebih dari satu bulan ini, Paskalina Afunsina Wally, SP., sang SMD yang mestinya mendampingi kelompok tani ternak agar program ini berhasil, tidak pernah hadir. Sayangnya, ketua kelompok yakni Sarmin, sedang tidak di tempat karena ke Fakfak.
“Raport merah” SMD terkait absensi kehadirannya mendampingi kelompoknya di Bomberay, juga terjadi di kelompok tani ternak lainnya. Kelompok ternak “Mitra Usaha” yang berada di Kampung Bumi Muroh Indah di SP 5, juga sudah lama ditinggal oleh SMDnya.
Meski Ketua kelompok, Ramadhan Salawati belum berhasil ditemui karena menurut anaknya sedang ke Fakfak, penjelasan dua orang anggotanya ternyata seirama dengan penjelasan sekretaris dan anggota kelompok tani ternak “Myristica” tadi.
Di SP 3 yang terdapat dua kelompok tani ternak, juga bernasib sama. SMD yang mereka gaji 2 juta perbulan selama setahun, hanya rajin mendampingi saat-saat awal saja.
La Ode Acim Sulaiman, Bendahara kelompok tani ternak “Maju Sejahtera” di Kampung Onim Sari menyesalkan sering absennya para SMD.
“Mestinya, yang dinamakan pendamping ya mendampingi kelompoknya agar program yang baik ini dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Jangan seperti sekarang ini.” Keluh La Ode Acim Sulaiman.
SMD, sudah dapat gaji dan bagi hasil sapi namun tidak maksimal bekerja
Seorang sarjana pendamping yang oleh masyarakat Bomberay disebut SMD, mestinya memang memiliki dedikasi yang kuat dan tahan banting, mengingat lokasi peternak yang akan mereka dampingi, berada di lebih dari 150 km dari Kota Fakfak. Sejak awal mereka mendaftarkan diri, mestinya hal ini harus sangat disadari, agar tidak asal makan gaji buta saja.
Dari sisi keilmuan, tentu keberadaan mereka secara fisik mendampingi kelompok yang dibinanya, akan menentukan keberhasilan program nasional bernilai 5.040.000.000 ini. Masyarakat peternak membutuhkan informasi tentang vaksinasi ternak, bagaimana membudidayakan pakan ternak, dan informasi penting lainnya. Meski kenyataan di lapangan, kadang SMD tidak lebih piawai dalam mengurus ternak, karena kurang pengalaman beternak.
Informasinya, dari 10 orang SMD yang direkrut dalam program ini, hanya 3 orang yang memiliki basik keilmuan peternakan, sisanya adalah sarjana pertanian. Setiap SMD yang tergabung dalam program ini, mendapatkan gaji 2 juta perbulan selama satu tahun. Gaji mereka dibayar oleh kelompok tani ternak yang mereka dampingi. Sehingga, kalau para SMD ini mangkir tugas, maka jelas kelompok tani ternaklah pertama-tama yang dirugikan.
Selain fasilitas gaji, para SMD nantinya akan mendapatkan bagi hasil (jika ada sapi yang berhasil dikembangbiakkan) sebanyak 5 ekor sapi pada tahun kedua dan ketiga. Program ini sendiri berjalan selama tiga tahun. Namun, jika SMD mangkir seperti saat ini, mungkinkah sapi dapat dikembangbiakkan? Atau, meski berkembang biak, tidak malukah SMD meminta hasilnya?
Ada satu kasus yang layak mendapat perhatian. Ir. Mukhlis, SMD yang mendampingi kelompok tani ternak “Sumber Makmur” yang berada di Kampung Onim Sari SP 3, selain bergaji 2 juta per bulan, mendapatkan bagi hasil 5 ekor sapi pada tahun kedua dan ketiga, juga merangkap sebagai anggota kelompok, sehingga mendapatkan jatah sapi seperti anggota lainnya. Meski begitu, sang insinyur juga lebih banyak mangkir daripada rajin mendampingi kelompoknya. Boleh dikata, ini adalah “upaya cerdas”. Sebab, melihat situasi usia sapi, kesehatan sapi dan sebagainya, sangat sulit bagi peternak untuk mengembangbiakkan sapi-sapi yang ada. (Mengapa? Akan dibahas dalam berita tersendiri)
“Kalau di kelompok kami, SMD malah merangkap jadi anggota sehingga juga mendapat pembagian sapi. Konsekwensinya sebagai anggota, mestinya dia juga rajin ke kandang, mengurus sapi, menyabit rumput dan sebagainya. Tapi ini tidak” ujar Kepala Kampung Onim Sari yang juga anggota kelompok tani ternak “Sumber Makmur”. “Belum lagi soal transportasi SMD yang katanya mencapai 1,5 juta setiap kunjungan. Kalau model begini, uang kelompok bisa habis.” Lanjutnya.
Tentu saja dobel peranan dan dobel penghasilan ini merugikan masyarakat. Sebab, peluang untuk menjadi anggota kelompok yang mendapatkan jatah 2 ekor sapi, berkurang satu orang. Padahal, masih banyak orang yang ingin menjadi anggota kelompok tani ternak demi mendapatkan pembagian sapi. Sebut saja BU Ruswik, janda dengan satu anak warga SP 5 ini.
“Untuk menjadi anggota bagaimana caranya, ya? Kasihan, anak saya belum ada pekerjaan.” Ujar Bu Ruswik yang mengaku berpenghasilan dari menjual sayuran di Pasar Thumburuni ini.
Gaji 2 juta dengan lokasi kerja yang jauh, memang tidak besar. Untuk itu, idealnya seorang SMD harus bermukim di Bomberay agar gajinya tidak habis untuk transportasi.
Agak sulit temui Ketua kelompok
Untuk bertemu ketua kelompok, nampaknya tidak mudah. Beberapa kelompok tani ternak yang berhasil ditemui, sang ketua tidak ada.
Menurut salah satu warga, para ketua kelompok tani ternak dirasakan agak menutup diri beberapa hari terakhir ini. “Sejak kedatangan tim dari Polres Fakfak beberapa hari yang lalu, nampaknya mereka membatasi diri.” Ujar La Ode Acim Sulaiman.
Sapi dikeluarkan dari ranch atau kandang agar tidak kelaparan atau mati
Demi menyelamatkan sapi yang ada agar tidak kelaparan, sakit atau bahkan mati, kelompok tani ternak terpaksa “melanggar aturan”, yakni mengeluarkan sapi-sapi tersebut dengan membagi ke seluruh anggotanya.
“Kalau aka nada peninjauan, maka sapi-sapi akan dikumpulkan lagi ke ranch.” Aku Bu Supar, anggota kelompok tani ternak “Myristica”.
Rata-rata, setiap anggota mendapatkan 2 ekor sapi untuk dirawat di rumahnya. Kiat ini dilakukan karena kebutuhan pakan di kandang, sulit dicukup. Rerumputan di kandang seluas 1 hektar tidak mencukupi kebutuhan makan sapi.
“Apalagi ada sapi yang sehat kuat, ada yang sakit. Yang lemah bisa kalah makan dengan yang kuat.” Ujar Sakiwan.
Akibat upaya warga ini, hampir seluruh kandang atau ranch sepi sapi. Jika ada yang masih tersisa di kandang, itu karena rumah anggota kebetulan dekat dengan kandang. (wah)


SUMBER :    fakfakinfo.com

1 komentar:

  1. ah....biasa aja kan di indonesia gk ada budaya malu..

    BalasHapus

silahkan berkomentar,baik buruk akan kami terima demi sempurnanya blog ini,tapi tetep jaga kesopanan